1Sejarah
Kamus merupakan buku atau sumber acuan yang memuat kata atau
ungkapan yang biasanya disusun secara alfabetis dengan keterangan tentang
makna, pemakaian, atau terjemahannya. Idealnya, sebuah kamus memuat
perbendaharaan kata yang tidak terbatas jumlahnya. Kamus memiliki fungsi dan
manfaat praktis bagi berbagai kalangan. Kamus berfungsi sebagai alat
dokumentasi bahasa, yaitu tidak hanya memuat keterangan bila sebuah lema masuk
ke dalam suatu bahasa, tetapi juga menggambarkan makna lema yang ada secara tuntas
termasuk perkembangannya.
Kata kamus berasal dari kata dalam bahasa
Arab qamus (قاموس). Kata Arab itu sendiri berasal dari kata dalam bahasa Yunani
okeanos yang bererti ’lautan’. Sejarah kata tersebut memperlihatkan makna dasar
yang terkandung dalam kata kamus, yaitu wadah pengetahuan, khususnya
pengetahuan bahasa, yang tidak terhingga dalam dan luasnya, seluas dan sedalam
lautan. Dalam bahasa Inggris, kata yang mewakili konsep makna ’kamus’ adalah
dictionary yang berasal dari bahasa Latin, yaitu dictionarium.
Penyusunan sebuah kamus merupakan proses
yang panjang. Setiap tahap dalam proses ini merupakan kumulasi dari penelitian
dan analisis serta kegunaan praktis kamus dari hasil proses sebelumnya. Setiap
penerbitan kamus diarahkan pada kecermatan pencatatan bahasa dan kesempurnaan
setinggi-tingginya. Akan tetapi, setiap penerbitan tidak dapat dilepaskan dari
”ideologi bahasa” dan tiap editor menyesuaikan terbitannya sesuai dengan selera
publik (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: xxv).
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya,
penyusunan kamus tidak dapat terlepas dari ideologi yang melatarbelakangi
penyusunan kamus. Bapak Leksikografi Inggris, Samuel Johnson, penyusun kamus
Dictionary of the English Language (1755) mengatakan bahwa kamus berfungsi
menjaga kemurnian bahasa. Konsep inilah yang kemudian memunculkan kamus
preskripitif, yaitu kamus yang menunjukkan benar dan salah. Konsep ini
dikembangkan oleh Noah Webster, Bapak Leksikografi Amerika, penyusun kamus An
American Dictionary of English Language (1828). Konsep ini bertentangan dengan
konsep yang melandasi penyusunan kamus-kamus modern, seperti A New English
Dictionary on Historical Principles (1934) atau Kamus Oxford, dan Webster’s
Third New International Dictionary (1961) yang merekam kosakata secara cermat
tanpa mendikte yang benar dan yang salah (Chaer, 2007: 190—191).
2.2Tradisi Perkamusan di Indonesia
Keadaan dunia perkamusan di Indonesia
tidak sama dengan yang terjadi di negara-negara maju di dunia. Sejarah
leksikografi di Indonesia dimulai dengan adanya catatan kosakata yang kurang
lebih berjumlah 500 buah lema, Daftar Kata Cina Melayu, yang ditulis pada awal
abad ke-15. Selanjutnya, pada tahun 1522, seorang pakar bahasa yang mengikuti
pelayaran Magelheans mengelilingi dunia bernama Pigafetta menulis Daftar Kata
Italia Melayu.
Kamus tertua dalam sejarah leksikografi
Indonesia adalah Spraek ende woor-boek, Inde Malayshe ende Madagaskarche Taen
Met Vele Arabische ende Tursche Woorden (1603) karangan Frederick de Houtman
dan Vocabularium offe Woortboek naerorder vanden Alphabet in’t Duystch-Maleys
Duytch (1623) karangan Casper Wiltens dan Sebastian Danckaerts. Kedua kamus
Melayu tersebut jelas lebih tua daripada Lexicon Javanum (1706) yang disimpan
di perpustakaan Vatikan dan dianggap sebagai kamus Jawa tertua dan lebih tua
daripada kamus Sunda tertua, Nederduitsch-Maleisch en Soendasch Woordenboek
(1841) yang ditulis oleh A. de Wilde. Selanjutnya, ada pula kamus bahasa asing-bahasa
Melayu karya R. O. Winstedt, An Unbridged Malay-English Dictionary (cetakan
ke-3, 1960) dan A Malay-English Dictionary karya R. J. Wilkinson (part I,
1901). Selain itu, disusun pula kamus yang berjudul A Dictionary of the Malayan
Language yang disusun oleh William Marsden. Kamus ini disusun dalam dua bagian,
yaitu Melayu-Inggris dan Inggris-Melayu.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat
diketahui bahwa perkamusan di Indonesia
dimulai dari kamus-kamus dwibahasa, berbeda dengan di Eropa dan Amerika yang
dimulai dari kamus-kamus ekabahasa. Pada zaman kolonial, kamus dwibahasa yang
disusun pada umumnya, yakni bahasa asing-bahasa Nusantara atau sebaliknya,
bahasa Nusantara-bahasa asing. Bahasa Nusantara tersebut seperti bahasa Jawa,
Sunda, Melayu, dan Bali. Hanya terdapat satu
kamus dwibahasa Nusantara, yaitu kamus yang pertama kali dibuat oleh orang Indonesia,
yakni Baoesastra Melajoe-Djawa (1916) karangan R. Sastrasoeganda.
Kamus ekabahasa yang pertama dibuat oleh
orang Indonesia adalah Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamoes Loghat
Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga Penggal yang Pertama yang disusun oleh Raja Ali
Haji dari Riau. Selain itu, dalam bahasa Jawa terdapat Baoesastra Djawa (1930)
yang disusun oleh W.J.S Poerwadarminta, C.S. Hardjasoedarma, dan J.C.
Poedjasoedira. Dalam bahasa Sunda terdapat Kamoes Bahasa Soenda (1948) yang
disusun oleh R. Satjadibrata. Kedua kamus bahasa daerah ini dianggap sebagai
pelopor kamus ekabahasa di kedua bahasa tersebut.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia
tahun 1945 dan dengan adanya semangat Sumpah Pemuda 1928, serta dijadikannya
bahasa Indonesia dalam UUD 1945 sebagai bahasa negara, usaha-usaha untuk
memantapkan dan menyebarluaskan bahasa Melayu-Indonesia semakin marak. Ketika
itu, banyak diterbitkan baik kamus ekabahasa bahasa Indonesia maupun buku kamus
istilah. Selain itu, juga terbit kamus bahasa daerah-bahasa Indonesia atau
kamus bahasa Indonesia-bahasa daerah. Kamus-kamus yang pernah ada hingga tahun
1976 dapat dilihat dalam buku Bibliografi Perkamusan Indonesia yang diterbitkan oleh
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa tahun 1976.
Perkamusan di Indonesia dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu perkamusan Indonesia
sebagai hasil kerja pribadi, perkamusan Indonesia yang dilaksanakan di luar
negeri, dan perkamusan oleh Pusat Bahasa. Perkamusan Indonesia
sebagai hasil kerja pribadi mempunyai arti penting dalam perkembangan dan
pengembangan bahasa Indonesia,
baik dalam format kecil maupun besar. Kamus berformat besar di antaranya Kamus Indonesia, E.
St. Harahap (cetakan ke-9, 1951), Kamus Bahasa Indonesia, Hasan Noel Arifin
(1951), Kamus Modern Bahasa Indonesia, St. Moh. Zain, dan Kamus Umum Bahasa
Indonesia, W. J. S. Poerwadarminta.
Adapun kamus yang berformat kecil yang
disusun dengan tujuan terbatas, antara lain Logat Kecil Bahasa Indonesia oleh
W. J. S. Poerwadarminta (1949), Kamus Bahasaku oleh B. M. Nur (1954), Kamus
Saku Bahasa Indonesia oleh Reksosiswojo, dkk. (1969), Kamus Bahasa Indonesia
untuk Remaja oleh Ali Marsaban, dkk. (1974), Kamus Sinonim Bahasa Indonesia
oleh Harimurti Kridalaksana (1974), Kamus Idiom Bahasa Indonesia oleh Abdul
Chaer (1982), dan Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia oleh Abdul Chaer (1997).
Muncul pula kamus-kamus bahasa daerah dengan penjelasan bahasa Indonesia,
seperti Kamus Dialek Jakarta oleh Abdul Chaer (1976), Kamus Jawa Kuno-Bahasa
Indonesia oleh L. Mardiwasito (1978), Kamus Bahasa Bali oleh Sri Reski
Anandakusuma (1986), dan Kamus Bahasa Malaysia-Indonesia oleh Abdul Chaer
(2004).
Dengan maraknya penelitian bahasa Indonesia
di luar negeri, muncullah kamus-kamus bahasa Indonesia-bahasa asing atau
sebaliknya, bahasa asing bahasa Indonesia.
Kamus-kamus tersebut misalnya Dictionaire Indonesien-Franḉais
(1984) karangan P. Labrouse yang terbit di Perancis, An Indonesian-English
Dictionary (1963) dan An English Indonesian-Dictionary (1975) karangan John M.
Echols dan Hassan Shadily yang terbit di Amerika, Comtempporary
Indonesian-English Dictionary (1981) karangan A. Edi Schmidgall Tellings dan
Alan M. Stevens, Kamus Baru Bahasa Indonesia-Tionghoa (1989) karangan Liang
Liji yang terbit di Republik Rakyat Cina, Kamus Besar Bahasa Indonesia-Rusia
(1990) karangan R.N. Rorigidskiy yang terbit di Rusia, serta
Indonesiech-Nederlands Woordenboek karangan A. Teeuw yang terbit di Belanda.
Selain itu, terbit pula kamus bahasa Melayu di Malaysia yaitu Kamus Dewan (1970)
karya Teuku Iskandar dan Kamus Lengkap (1977) karya Awang Sudjai Hairul.
Selain kamus-kamus di atas, muncul pula
kamus-kamus bahasa daerah. Kamus-kamus bahasa daerah yang muncul di Indonesia juga ikut mewarnai perkembangan
sejarah perkamusan di Indonesia.
Kamus-kamus yang bahasa daerah yang muncul di antaranya dalam bahasa Aceh,
Gayo, Batak, Minangkabau, Rejang, Nias, Madura, Sunda, dan Jawa.
Kamus bahasa Aceh yang terbit pada masa-masa
awal perkembangan leksikografi di Indonesia adalah Woordenboek der Atjehsche
taal (1889) karangan Van Langen, Atjehsch-Nederlandsch Woordenboek (1934)
karangan Hoesein Djajadiningrat, Kamus Aceh Ringkas Atjehsch Handwoordenboek
(1931) karangan Kreemer, Nederlandsch-Atjehsche Woordenlijst (1906) karangan
Veltman, dan sebagainya.
Kamus dalam bahasa Gayo dirintis oleh Snouck
Hurgronje. Berdasarkan catatan tersebut disusunlah kamus Gayo yang dikembangkan
oleh Njaq Poeteh dan Aman Ratoes serta dibantu oleh dua orang Gayo. Hasil
penelitian dan kerja mereka tersebut menghasilkan Gajosch-Nederlandsch
Woordenboek met Nederlansch-Gajosch Register (1907).
Kamus dalam bahasa Batak diawali oleh H.N.
van der Tuuk. Kamus yang disusun adalah kamus bahasa Batak Toba, Batak Dairi,
Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Van der Tuuk menyusun kamus berjudul
Bataksch-Nederduitsch Woordenboek (1861). Kamus bahasa Batak yang lainnya
adalah kamus yang disusun oleh J. Warneck dan berjudul Tobabataksch-Deutsch
Worterbuch (1906). M. Joustra juga menulis kamus bahasa batak dengan ditulis
dengan abjad Romawi yang berjudul Batak Karo-Nederlandsch Woordenboek (1907)
yang kemudian direvisi oleh J.H. Neumann pada tahun 1951.
Kamus bahasa Melayu dan Minangkabau disusun
oleh Van der Toorn dengan judul Minangkabau-Maleisch-Nederlandsch Woordenboek
(1891) yang penyusunannya berdasarkan abjad Melayu-Arab serta menggunakan
tulisan Arab dan Romawi. Kamus bahasa Rejang, menurut catatan Marsden yaitu
glosarium yang disusun oleh Hasselt
(1881) dan daftar kata Maleisch-Redjangsch Woordenlijst (1926) yang disusun
oleh Wink.
Kamus bahasa Nias adalah kamus Jerman-Nias
Deutsch-Niassisches Worterbuch (1892) dan kamus Nias-Jerman Niassisch-Deutsches
Worterbuch (1905) yang disusun oleh Sundermann. Selain itu, ada juga kamus
Nias-Melayu-Belanda, Niasch-Maleisch-Nederlansch Woordenboek (1887) yang
disusun oleh Thomas dan Teylor Weber.
Kamus bahasa Madura diawali dengan kamus
yang disusun oleh Kiliaan yang berjudul Nederlansch-Madoereesch Woordenboek
(1898). Kemudian, Penniga dan Hendriks menyusun kamus Madura-Belanda, Practisch
Madurees-Nederlandsch Woordenboek (1913). Kamus bahasa Sunda diawali dengan
penerbitan kamus yang disusun oleh Jonathan Rigg pada tahun 1862. Pada tahun
1887 Oosting menerbitkan kamus Belanda-Sunda, Nederduitsch-Soendasch
Woordenboek. Greedink dan Coolsma melanjutkan perkamusan bahasa Sunda. Greedink
menerbitkan kamus yang terdiri atas 400 halaman dan Coolsma yang didukung oleh
Van der Tuuk pada tahun 1944.
Kamus bahasa Jawa tertua adalah Lexicon
Javanum (1706) yang tidak diketahui penyusunnya. Selain itu, ada pula Kamus
Jawa yang disusun oleh Roorda, Kamus Kawi-Jawa yang disusun oleh Winter dan
diterbitkan oleh Van der Tuuk, Kamus Kawi-Bali-Belanda yang disusun oleh Van
der Tuuk dan diterbitkan oleh Brander dan Rinkes pada tahun 1912.
Selain kamus-kamus dalam bahasa daerah
seperti yang telah dipaparkan di atas, terdapat pula kamus-kamus yang merupakan
buku-buku referensi mengenai berbagai macam bidang kehidupan dan ilmu
pengetahuan yang disusun secara alfabetis. Semakin berkembangnya kehidupan dan
ilmu pengetahuan, kamus semacam ini juga semakin banyak beredar di masyarakat.
Kamus-kamus seperti ini misalnya Kamus Istilah Kimia dan Farmasi (1976) oleh
ITB, Kamus Istilah Ilmu dan Teknologi (1976) oleh H. Johannes, Kamus Ungkapan
Bahasa Indonesia (1976) oleh J.S.
Badudu, Kamus Linguistik Indonesia (1982)
oleh Harimurti Kridalaksana, Kamus Peribahasa (1987) oleh Sarwono Pusposaputro,
Kamus Singkatan dan Akronim Baru dan Lama (1991) oleh Ateng Winarno, Kamus
Biologi (1999) oleh Mien A. Rifai, Kamus Kimia (1999) oleh Hadyana Pudjaatmaka,
Kamus Fisika (2000) oleh Liek Wilardjo, dan sebagainya.
2.3Jenis-Jenis Kamus
a) Berdasarkan penggunaan bahasa
Kamus
bisa ditulis dalam satu atau lebih dari satu bahasa. Dengan itu
kamus bisa dibagi menjadi beberapa jenis yaitu:
- Kamus Ekabahasa
Kamus ini hanya menggunakan satu bahasa.
Kata-kata(entri) yang dijelaskan dan penjelasannya adalah terdiri daripada
bahasa yang sama. Kamus ini mempunyai perbedaan yang jelas dengan kamus
dwibahasa karena penyusunan dibuat berdasarkan pembuktian data korpus. Ini
bermaksud definisi makna ke atas kata-kata adalah berdasarkan makna yang
diberikan dalam contoh kalimat yang mengandung kata-kata berhubungan. Contoh
bagi kamus ekabahasa ialah Kamus Besar Bahasa Indonesia (di
Indonesia) dan Kamus Dewan di (Malaysia).
- Kamus Dwibahasa
Kamus ini menggunakan dua bahasa, yakni kata
masukan daripada bahasa yang dikamuskan diberi padanan atau pemerian takrifnya
dengan menggunakan bahasa yang lain. Contohnya: Kamus Inggris-Indonesia,
Kamus Dwibahasa Oxford
Fajar (Inggris-Melayu;Melayu-Inggris).
- Kamus Aneka Bahasa
Kamus ini sekurang-kurangnya menggunakan
tiga bahasa atau lebih. Misalnya, kata Bahasa Melayu Bahasa Inggris dan Bahasa
Mandarin secara serentak. Contoh bagi kamus aneka bahasa ialah Kamus
Melayu-Cina-Inggris Pelangi susunan Yuen Boon Chan pada tahun 2004.
b) Berdasarkan isi
Kamus bisa muncul dalam berbagai isi. Ini
adalah karena kamus diterbitkan dengan tujuan memenuhi keperluan gologan
tertentu. Contohnya, golongan pelajar sekolah memerlukan kamus berukuran kecil
untuk memudahkan mereka membawa kamus ke sekolah.Secara umumnya kamus dapat
dibagi kepada 3 jenis ukuran:
- Kamus Mini
Pada zaman sekarang sebenarnya susah untuk menjumpai kamus ini.Ia
juga dikenali sebagai kamus saku karena ia dapat disimpan dalam saku. Tebalnya
kurang daripada 2 cm.
- Kamus Kecil
Kamus berukuran kecil yang biasa dijumpai. Ia merupakan kamus yang
mudah dibawa.Kamus Dwibahasa Oxford Fajar (Inggris-Melayu;Melayu-Inggris).
- Kamus Besar
Kamus ini memuatkan segala leksikal yang
terdapat dalam satu bahsaa. Setiap perkataannya dijelaskan maksud secara
lengkap.Biasanya ukurannya besar dan tidak sesuai untuk dibawa ke sana sini.Contohnya Kamus
Besar Bahasa Indonesia.
c) Kamus istimewa
Kamus bahasa Jerman dan bahasa Romawi
Kamus
istimewa merujuk kepada kamus yang mempunyai fungsi yang khusus. Contohnya:
- Kamus Istilah
Kamus ini berisi istilah-istilah khusus dalam bidang tertentu.
Fungsinya adalah untuk kegunaan ilmiah. Contohnya ialah Kamus Istilah Fiqh
- Kamus Etimologi
Kamus yang menerangkan asal usul sesuatu perkataan dan maksud
asalnya.
- Kamus Tesaurus (perkataan searti)
Kamus yang menerangkan maksud sesuatu perkataan dengan memberikan
kata-kata searti (sinonim) dan dapat juga kata-kata yang berlawanan arti
(antonim). Kamus ini adalah untuk membantu para penulis untuk meragamkan
penggunaan diksi. Contohnya, Tesaurus Bahasa Indonesia
- Kamus Peribahasa/Simpulan Bahasa
Kamus yang menerangkan maksud sesuatu peribahasa/simpulan bahasa.
Selain daripada digunakan sebagai rujukan, kamus ini juga sesuai untuk dibaca
dengan tujuan keindahan.
- Kamus Kata Nama Khas
Kamus yang hanya menyimpan kata nama khas seperti nama tempat, nama
tokoh, dan juga nama bagi institusi. Tujuannya adalah untuk menyediakan rujukan
bagi nama-nama ini.
- Kamus Terjemahan
Kamus yang menyedia kata searti bahasa asing untuk satu bahasa
sasaran. Kegunaannya adalah untuk membantu para penerjemah.
- Kamus Kolokasi
Kamus yang menerangkan tentang padanan kata, contohnya kata
'terdiri' yang selalu berpadanan dengan 'dari' atau 'atas'.
2.4Kamus Sebagai Sebuah Media yang Menghimpun Kekayaan Budaya Bangsa.
Kamus sebagai salah
satu usaha pengembangan bahasa Indonesia harus dilakukan, karena kita
membutuhkan suatu alat komunikasi yang canggih untuk mempersatukan bangsa yang
besar. Bangsa yang terbentang dari Sabang sampai merauke yang masyarakatnya
multilingualisme. Masyarakat tersebut memiliki kesanggupan untuk memakai lebih
dari dua bahasa. Keberagaman bahasa itu, pandangan dari segi politik merupakan
suatu kendala yang besar dalam usaha mempersatukan bangsa.
Kamus dapat menjadi senjata dalam
usaha pengembangan bahasa Indonesia. Melalui kamus, khazanah perbendaharaan
bahasa yang menggambarkan tingkat peradaban bangsa yang memilikinya. Oleh
karenanya kamus merupakan sesuatu yang dibanggakan oleh setiap bangsa yang memilikinya
karena hal tersebut adalah sebuah kebudayaan besar.
Peningkatan pengembangan bahasa
Indonesia harus dilakukan sedemikian rupa sehingga bahasa Indonesia memenuhi
syarat sebagai bahasa kebudayaan, keilmuan, teknologi atas dasar standarisasi
atau pembakuan bahasa. Standarisasi bahasa dilakukan dengan mempertimbangkan
data kebahasaan di Indonesia melalui evaluasi dan seleksi. Hasil akhir dari
kegiatan pengembangan bahasa tersebut merupakan bahasa baku.
Bagan berikut ini memberikan
gambaran tenang proses pembakuan bahasa Indonesia.
Kebijakan Bahasa
--
bahasa asing
Data kebahasaan --
bahasa Indonesia >> evaluasi dan seleksi >>
pembakuan >> bahasa baku >> evaluasi
--
bahasa daerah
Bagan di atas menunjukkan bahwa
tujuan pengembangan bahasa adalah “pembakuan bahasa” atau “standarisasi bahasa”
yang akhirnya akan diperoleh “bahasa baku” dan selanjutnya dientri pada kamus.
Untuk itu, diperlukan kebijakan bahasa sebagai suatu garis haluan yang
meletakkan ciri-ciri pembakuan bahasa itu. Pembakuan bahasa tersebut mencakup
beberapa aspek ejaan, aspek struktur, dan aspek diksi. Contoh pembakuan bahasa
melalui aspek ejaan atau unsur serapan dari kata asing.
a.
Semua
kata asing berkonsonan ganda dapat mungkin akan diserap menjadi kata yang
berkonsosnan tunggal.
Kata villa menjadi vila.
b.
Semua
kata asing berakhiran –ity akan diserap menjadi –itas.
Kata activity diserap
menajdi kata aktivitas
2.5Fungsi Kamus Sebelum dan Sesudah Kemerdekaan
Kamus adalah buku yang berisi daftar
kosakata suatu bahasa yang disusun secara alfabetis dengan disertai penejalsan
makna dan keterangan lain yang diperlukan serta dilengkapi dengan contoh
pemakaian entri (KBBI, 2008:671). Pada zaman sebelum proklamasi kamus hanya
berfungsi sebagai buku yang memuat daftar-daftar kata beserta maknanya serta
berfungsi untuk menjaga kemurnian bahasa guna pemeliharaan. Namun dewasa ini
kamus telah memiliki banyak fungsi selain menerangkan makna kata, kamus juga
memuat cara-cara mengucapkan kata tersebut, menerangkan asal kata serta
memberikan contoh-contoh penggunaannya dalam masyarakat. Sedangkan Dr. Hamid
Shadik Qatibi memandang kata kamus merupakan sinonim dari kata mu’jam dan
memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut:
1. Menemukan makna sebuah kata
2. Menetapkan palafalan dan cara pengucapan
3. Menetapkan ejaan
4. Menelusuri asal asul sebuah kata
5. Membedakan antara kata yang tak lazim dan tak terpakai serta
menjelaskan kata-kata yang murni dan serapan
6. Mengetahui sinonim dan antonim
7. Penggunaan kata-kata sastra dan peribahasa
8. Pengetahuan yang bersifat ensiklopedis
Sama halnya dengan pendapat
Qatibi tentang fungsi kamus diatas adalah pendapat Mukhtar Umar yang
menyebutkan juga bahwa fungsi kamus yaitu untuk menerangkan cara menulis kata,
labih-lebih bila huruf alfabet yang ditulis tidak mewakili sepenuhnya suara
yang dilafalkan, disamping untuk menentukan fungsi morfologis sebuah kata dan
penentuan stress (tekanan) saat pelafalan.
2.6Ciri-Ciri Kamus Sebelum Kemerdekaan dan Sebelum Kemerdekaan
Kamus ekabahasa pertama di Indonesia
merupakan kamus bahasa Melayu yang ditulis oleh Raja
Ali Haji, berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat
Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama. Kamus ini terbit pada
abad ke-19. Kitab Pengetahuan Bahasa sebenarnya bukan kamus murni namun
merupakan kamus ensiklopedia. Kamus ensikopledia ini digunakan untuk keperluan pelajar (yang isinya biasanya hanya berupa daftar kosa kata dan maknanya).
Sedangkan kamus sekarang ini bukan hanya buku yang memuat makna arti
tapi juga memuat bagaimana cara pelafalannya yang benar serta contoh
pemakaiannya dalam kalimat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar