Jumat, 22 Juni 2012

Perkamusan



1Sejarah
Kamus merupakan buku atau sumber acuan yang memuat kata atau ungkapan yang biasanya disusun secara alfabetis dengan keterangan tentang makna, pemakaian, atau terjemahannya. Idealnya, sebuah kamus memuat perbendaharaan kata yang tidak terbatas jumlahnya. Kamus memiliki fungsi dan manfaat praktis bagi berbagai kalangan. Kamus berfungsi sebagai alat dokumentasi bahasa, yaitu tidak hanya memuat keterangan bila sebuah lema masuk ke dalam suatu bahasa, tetapi juga menggambarkan makna lema yang ada secara tuntas termasuk perkembangannya.
Kata kamus berasal dari kata dalam bahasa Arab qamus (قاموس). Kata Arab itu sendiri berasal dari kata dalam bahasa Yunani okeanos yang bererti ’lautan’. Sejarah kata tersebut memperlihatkan makna dasar yang terkandung dalam kata kamus, yaitu wadah pengetahuan, khususnya pengetahuan bahasa, yang tidak terhingga dalam dan luasnya, seluas dan sedalam lautan. Dalam bahasa Inggris, kata yang mewakili konsep makna ’kamus’ adalah dictionary yang berasal dari bahasa Latin, yaitu dictionarium.
Penyusunan sebuah kamus merupakan proses yang panjang. Setiap tahap dalam proses ini merupakan kumulasi dari penelitian dan analisis serta kegunaan praktis kamus dari hasil proses sebelumnya. Setiap penerbitan kamus diarahkan pada kecermatan pencatatan bahasa dan kesempurnaan setinggi-tingginya. Akan tetapi, setiap penerbitan tidak dapat dilepaskan dari ”ideologi bahasa” dan tiap editor menyesuaikan terbitannya sesuai dengan selera publik (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: xxv).
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, penyusunan kamus tidak dapat terlepas dari ideologi yang melatarbelakangi penyusunan kamus. Bapak Leksikografi Inggris, Samuel Johnson, penyusun kamus Dictionary of the English Language (1755) mengatakan bahwa kamus berfungsi menjaga kemurnian bahasa. Konsep inilah yang kemudian memunculkan kamus preskripitif, yaitu kamus yang menunjukkan benar dan salah. Konsep ini dikembangkan oleh Noah Webster, Bapak Leksikografi Amerika, penyusun kamus An American Dictionary of English Language (1828). Konsep ini bertentangan dengan konsep yang melandasi penyusunan kamus-kamus modern, seperti A New English Dictionary on Historical Principles (1934) atau Kamus Oxford, dan Webster’s Third New International Dictionary (1961) yang merekam kosakata secara cermat tanpa mendikte yang benar dan yang salah (Chaer, 2007: 190—191).
2.2Tradisi Perkamusan di Indonesia
Keadaan dunia perkamusan di Indonesia tidak sama dengan yang terjadi di negara-negara maju di dunia. Sejarah leksikografi di Indonesia dimulai dengan adanya catatan kosakata yang kurang lebih berjumlah 500 buah lema, Daftar Kata Cina Melayu, yang ditulis pada awal abad ke-15. Selanjutnya, pada tahun 1522, seorang pakar bahasa yang mengikuti pelayaran Magelheans mengelilingi dunia bernama Pigafetta menulis Daftar Kata Italia Melayu.
Kamus tertua dalam sejarah leksikografi Indonesia adalah Spraek ende woor-boek, Inde Malayshe ende Madagaskarche Taen Met Vele Arabische ende Tursche Woorden (1603) karangan Frederick de Houtman dan Vocabularium offe Woortboek naerorder vanden Alphabet in’t Duystch-Maleys Duytch (1623) karangan Casper Wiltens dan Sebastian Danckaerts. Kedua kamus Melayu tersebut jelas lebih tua daripada Lexicon Javanum (1706) yang disimpan di perpustakaan Vatikan dan dianggap sebagai kamus Jawa tertua dan lebih tua daripada kamus Sunda tertua, Nederduitsch-Maleisch en Soendasch Woordenboek (1841) yang ditulis oleh A. de Wilde. Selanjutnya, ada pula kamus bahasa asing-bahasa Melayu karya R. O. Winstedt, An Unbridged Malay-English Dictionary (cetakan ke-3, 1960) dan A Malay-English Dictionary karya R. J. Wilkinson (part I, 1901). Selain itu, disusun pula kamus yang berjudul A Dictionary of the Malayan Language yang disusun oleh William Marsden. Kamus ini disusun dalam dua bagian, yaitu Melayu-Inggris dan Inggris-Melayu.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa perkamusan di Indonesia dimulai dari kamus-kamus dwibahasa, berbeda dengan di Eropa dan Amerika yang dimulai dari kamus-kamus ekabahasa. Pada zaman kolonial, kamus dwibahasa yang disusun pada umumnya, yakni bahasa asing-bahasa Nusantara atau sebaliknya, bahasa Nusantara-bahasa asing. Bahasa Nusantara tersebut seperti bahasa Jawa, Sunda, Melayu, dan Bali. Hanya terdapat satu kamus dwibahasa Nusantara, yaitu kamus yang pertama kali dibuat oleh orang Indonesia, yakni Baoesastra Melajoe-Djawa (1916) karangan R. Sastrasoeganda.
Kamus ekabahasa yang pertama dibuat oleh orang Indonesia adalah Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamoes Loghat Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga Penggal yang Pertama yang disusun oleh Raja Ali Haji dari Riau. Selain itu, dalam bahasa Jawa terdapat Baoesastra Djawa (1930) yang disusun oleh W.J.S Poerwadarminta, C.S. Hardjasoedarma, dan J.C. Poedjasoedira. Dalam bahasa Sunda terdapat Kamoes Bahasa Soenda (1948) yang disusun oleh R. Satjadibrata. Kedua kamus bahasa daerah ini dianggap sebagai pelopor kamus ekabahasa di kedua bahasa tersebut.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945 dan dengan adanya semangat Sumpah Pemuda 1928, serta dijadikannya bahasa Indonesia dalam UUD 1945 sebagai bahasa negara, usaha-usaha untuk memantapkan dan menyebarluaskan bahasa Melayu-Indonesia semakin marak. Ketika itu, banyak diterbitkan baik kamus ekabahasa bahasa Indonesia maupun buku kamus istilah. Selain itu, juga terbit kamus bahasa daerah-bahasa Indonesia atau kamus bahasa Indonesia-bahasa daerah. Kamus-kamus yang pernah ada hingga tahun 1976 dapat dilihat dalam buku Bibliografi Perkamusan Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa tahun 1976.
Perkamusan di Indonesia dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu perkamusan Indonesia sebagai hasil kerja pribadi, perkamusan Indonesia yang dilaksanakan di luar negeri, dan perkamusan oleh Pusat Bahasa. Perkamusan Indonesia sebagai hasil kerja pribadi mempunyai arti penting dalam perkembangan dan pengembangan bahasa Indonesia, baik dalam format kecil maupun besar. Kamus berformat besar di antaranya Kamus Indonesia, E. St. Harahap (cetakan ke-9, 1951), Kamus Bahasa Indonesia, Hasan Noel Arifin (1951), Kamus Modern Bahasa Indonesia, St. Moh. Zain, dan Kamus Umum Bahasa Indonesia, W. J. S. Poerwadarminta.
Adapun kamus yang berformat kecil yang disusun dengan tujuan terbatas, antara lain Logat Kecil Bahasa Indonesia oleh W. J. S. Poerwadarminta (1949), Kamus Bahasaku oleh B. M. Nur (1954), Kamus Saku Bahasa Indonesia oleh Reksosiswojo, dkk. (1969), Kamus Bahasa Indonesia untuk Remaja oleh Ali Marsaban, dkk. (1974), Kamus Sinonim Bahasa Indonesia oleh Harimurti Kridalaksana (1974), Kamus Idiom Bahasa Indonesia oleh Abdul Chaer (1982), dan Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia oleh Abdul Chaer (1997). Muncul pula kamus-kamus bahasa daerah dengan penjelasan bahasa Indonesia, seperti Kamus Dialek Jakarta oleh Abdul Chaer (1976), Kamus Jawa Kuno-Bahasa Indonesia oleh L. Mardiwasito (1978), Kamus Bahasa Bali oleh Sri Reski Anandakusuma (1986), dan Kamus Bahasa Malaysia-Indonesia oleh Abdul Chaer (2004).
Dengan maraknya penelitian bahasa Indonesia di luar negeri, muncullah kamus-kamus bahasa Indonesia-bahasa asing atau sebaliknya, bahasa asing bahasa Indonesia. Kamus-kamus tersebut misalnya Dictionaire Indonesien-Franais (1984) karangan P. Labrouse yang terbit di Perancis, An Indonesian-English Dictionary (1963) dan An English Indonesian-Dictionary (1975) karangan John M. Echols dan Hassan Shadily yang terbit di Amerika, Comtempporary Indonesian-English Dictionary (1981) karangan A. Edi Schmidgall Tellings dan Alan M. Stevens, Kamus Baru Bahasa Indonesia-Tionghoa (1989) karangan Liang Liji yang terbit di Republik Rakyat Cina, Kamus Besar Bahasa Indonesia-Rusia (1990) karangan R.N. Rorigidskiy yang terbit di Rusia, serta Indonesiech-Nederlands Woordenboek karangan A. Teeuw yang terbit di Belanda. Selain itu, terbit pula kamus bahasa Melayu di Malaysia yaitu Kamus Dewan (1970) karya Teuku Iskandar dan Kamus Lengkap (1977) karya Awang Sudjai Hairul.
Selain kamus-kamus di atas, muncul pula kamus-kamus bahasa daerah. Kamus-kamus bahasa daerah yang muncul di Indonesia juga ikut mewarnai perkembangan sejarah perkamusan di Indonesia. Kamus-kamus yang bahasa daerah yang muncul di antaranya dalam bahasa Aceh, Gayo, Batak, Minangkabau, Rejang, Nias, Madura, Sunda, dan Jawa.
Kamus bahasa Aceh yang terbit pada masa-masa awal perkembangan leksikografi di Indonesia adalah Woordenboek der Atjehsche taal (1889) karangan Van Langen, Atjehsch-Nederlandsch Woordenboek (1934) karangan Hoesein Djajadiningrat, Kamus Aceh Ringkas Atjehsch Handwoordenboek (1931) karangan Kreemer, Nederlandsch-Atjehsche Woordenlijst (1906) karangan Veltman, dan sebagainya.
Kamus dalam bahasa Gayo dirintis oleh Snouck Hurgronje. Berdasarkan catatan tersebut disusunlah kamus Gayo yang dikembangkan oleh Njaq Poeteh dan Aman Ratoes serta dibantu oleh dua orang Gayo. Hasil penelitian dan kerja mereka tersebut menghasilkan Gajosch-Nederlandsch Woordenboek met Nederlansch-Gajosch Register (1907).
Kamus dalam bahasa Batak diawali oleh H.N. van der Tuuk. Kamus yang disusun adalah kamus bahasa Batak Toba, Batak Dairi, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Van der Tuuk menyusun kamus berjudul Bataksch-Nederduitsch Woordenboek (1861). Kamus bahasa Batak yang lainnya adalah kamus yang disusun oleh J. Warneck dan berjudul Tobabataksch-Deutsch Worterbuch (1906). M. Joustra juga menulis kamus bahasa batak dengan ditulis dengan abjad Romawi yang berjudul Batak Karo-Nederlandsch Woordenboek (1907) yang kemudian direvisi oleh J.H. Neumann pada tahun 1951.
Kamus bahasa Melayu dan Minangkabau disusun oleh Van der Toorn dengan judul Minangkabau-Maleisch-Nederlandsch Woordenboek (1891) yang penyusunannya berdasarkan abjad Melayu-Arab serta menggunakan tulisan Arab dan Romawi. Kamus bahasa Rejang, menurut catatan Marsden yaitu glosarium yang disusun oleh Hasselt (1881) dan daftar kata Maleisch-Redjangsch Woordenlijst (1926) yang disusun oleh Wink.
Kamus bahasa Nias adalah kamus Jerman-Nias Deutsch-Niassisches Worterbuch (1892) dan kamus Nias-Jerman Niassisch-Deutsches Worterbuch (1905) yang disusun oleh Sundermann. Selain itu, ada juga kamus Nias-Melayu-Belanda, Niasch-Maleisch-Nederlansch Woordenboek (1887) yang disusun oleh Thomas dan Teylor Weber.
Kamus bahasa Madura diawali dengan kamus yang disusun oleh Kiliaan yang berjudul Nederlansch-Madoereesch Woordenboek (1898). Kemudian, Penniga dan Hendriks menyusun kamus Madura-Belanda, Practisch Madurees-Nederlandsch Woordenboek (1913). Kamus bahasa Sunda diawali dengan penerbitan kamus yang disusun oleh Jonathan Rigg pada tahun 1862. Pada tahun 1887 Oosting menerbitkan kamus Belanda-Sunda, Nederduitsch-Soendasch Woordenboek. Greedink dan Coolsma melanjutkan perkamusan bahasa Sunda. Greedink menerbitkan kamus yang terdiri atas 400 halaman dan Coolsma yang didukung oleh Van der Tuuk pada tahun 1944.
Kamus bahasa Jawa tertua adalah Lexicon Javanum (1706) yang tidak diketahui penyusunnya. Selain itu, ada pula Kamus Jawa yang disusun oleh Roorda, Kamus Kawi-Jawa yang disusun oleh Winter dan diterbitkan oleh Van der Tuuk, Kamus Kawi-Bali-Belanda yang disusun oleh Van der Tuuk dan diterbitkan oleh Brander dan Rinkes pada tahun 1912.
Selain kamus-kamus dalam bahasa daerah seperti yang telah dipaparkan di atas, terdapat pula kamus-kamus yang merupakan buku-buku referensi mengenai berbagai macam bidang kehidupan dan ilmu pengetahuan yang disusun secara alfabetis. Semakin berkembangnya kehidupan dan ilmu pengetahuan, kamus semacam ini juga semakin banyak beredar di masyarakat. Kamus-kamus seperti ini misalnya Kamus Istilah Kimia dan Farmasi (1976) oleh ITB, Kamus Istilah Ilmu dan Teknologi (1976) oleh H. Johannes, Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia (1976) oleh J.S.
Badudu, Kamus Linguistik Indonesia (1982) oleh Harimurti Kridalaksana, Kamus Peribahasa (1987) oleh Sarwono Pusposaputro, Kamus Singkatan dan Akronim Baru dan Lama (1991) oleh Ateng Winarno, Kamus Biologi (1999) oleh Mien A. Rifai, Kamus Kimia (1999) oleh Hadyana Pudjaatmaka, Kamus Fisika (2000) oleh Liek Wilardjo, dan sebagainya.
2.3Jenis-Jenis Kamus

a)      Berdasarkan penggunaan bahasa

Kamus bisa ditulis dalam satu atau lebih dari satu bahasa. Dengan itu kamus bisa dibagi menjadi beberapa jenis yaitu:
  • Kamus Ekabahasa
Kamus ini hanya menggunakan satu bahasa. Kata-kata(entri) yang dijelaskan dan penjelasannya adalah terdiri daripada bahasa yang sama. Kamus ini mempunyai perbedaan yang jelas dengan kamus dwibahasa karena penyusunan dibuat berdasarkan pembuktian data korpus. Ini bermaksud definisi makna ke atas kata-kata adalah berdasarkan makna yang diberikan dalam contoh kalimat yang mengandung kata-kata berhubungan. Contoh bagi kamus ekabahasa ialah Kamus Besar Bahasa Indonesia (di Indonesia) dan Kamus Dewan di (Malaysia).
  • Kamus Dwibahasa
Kamus ini menggunakan dua bahasa, yakni kata masukan daripada bahasa yang dikamuskan diberi padanan atau pemerian takrifnya dengan menggunakan bahasa yang lain. Contohnya: Kamus Inggris-Indonesia, Kamus Dwibahasa Oxford Fajar (Inggris-Melayu;Melayu-Inggris).
  • Kamus Aneka Bahasa
Kamus ini sekurang-kurangnya menggunakan tiga bahasa atau lebih. Misalnya, kata Bahasa Melayu Bahasa Inggris dan Bahasa Mandarin secara serentak. Contoh bagi kamus aneka bahasa ialah Kamus Melayu-Cina-Inggris Pelangi susunan Yuen Boon Chan pada tahun 2004.

b)     Berdasarkan isi

Kamus bisa muncul dalam berbagai isi. Ini adalah karena kamus diterbitkan dengan tujuan memenuhi keperluan gologan tertentu. Contohnya, golongan pelajar sekolah memerlukan kamus berukuran kecil untuk memudahkan mereka membawa kamus ke sekolah.Secara umumnya kamus dapat dibagi kepada 3 jenis ukuran:
  • Kamus Mini
Pada zaman sekarang sebenarnya susah untuk menjumpai kamus ini.Ia juga dikenali sebagai kamus saku karena ia dapat disimpan dalam saku. Tebalnya kurang daripada 2 cm.
  • Kamus Kecil
Kamus berukuran kecil yang biasa dijumpai. Ia merupakan kamus yang mudah dibawa.Kamus Dwibahasa Oxford Fajar (Inggris-Melayu;Melayu-Inggris).
  • Kamus Besar
Kamus ini memuatkan segala leksikal yang terdapat dalam satu bahsaa. Setiap perkataannya dijelaskan maksud secara lengkap.Biasanya ukurannya besar dan tidak sesuai untuk dibawa ke sana sini.Contohnya Kamus Besar Bahasa Indonesia.

c)      Kamus istimewa

Kamus bahasa Jerman dan bahasa Romawi
Kamus istimewa merujuk kepada kamus yang mempunyai fungsi yang khusus. Contohnya:
  • Kamus Istilah
Kamus ini berisi istilah-istilah khusus dalam bidang tertentu. Fungsinya adalah untuk kegunaan ilmiah. Contohnya ialah Kamus Istilah Fiqh
  • Kamus Etimologi
Kamus yang menerangkan asal usul sesuatu perkataan dan maksud asalnya.
  • Kamus Tesaurus (perkataan searti)
Kamus yang menerangkan maksud sesuatu perkataan dengan memberikan kata-kata searti (sinonim) dan dapat juga kata-kata yang berlawanan arti (antonim). Kamus ini adalah untuk membantu para penulis untuk meragamkan penggunaan diksi. Contohnya, Tesaurus Bahasa Indonesia
  • Kamus Peribahasa/Simpulan Bahasa
Kamus yang menerangkan maksud sesuatu peribahasa/simpulan bahasa. Selain daripada digunakan sebagai rujukan, kamus ini juga sesuai untuk dibaca dengan tujuan keindahan.
  • Kamus Kata Nama Khas
Kamus yang hanya menyimpan kata nama khas seperti nama tempat, nama tokoh, dan juga nama bagi institusi. Tujuannya adalah untuk menyediakan rujukan bagi nama-nama ini.
  • Kamus Terjemahan
Kamus yang menyedia kata searti bahasa asing untuk satu bahasa sasaran. Kegunaannya adalah untuk membantu para penerjemah.
  • Kamus Kolokasi
Kamus yang menerangkan tentang padanan kata, contohnya kata 'terdiri' yang selalu berpadanan dengan 'dari' atau 'atas'.
2.4Kamus Sebagai Sebuah Media yang Menghimpun Kekayaan Budaya Bangsa.
Kamus sebagai salah satu usaha pengembangan bahasa Indonesia harus dilakukan, karena kita membutuhkan suatu alat komunikasi yang canggih untuk mempersatukan bangsa yang besar. Bangsa yang terbentang dari Sabang sampai merauke yang masyarakatnya multilingualisme. Masyarakat tersebut memiliki kesanggupan untuk memakai lebih dari dua bahasa. Keberagaman bahasa itu, pandangan dari segi politik merupakan suatu kendala yang besar dalam usaha mempersatukan bangsa.
Kamus dapat menjadi senjata dalam usaha pengembangan bahasa Indonesia. Melalui kamus, khazanah perbendaharaan bahasa yang menggambarkan tingkat peradaban bangsa yang memilikinya. Oleh karenanya kamus merupakan sesuatu yang dibanggakan oleh setiap bangsa yang memilikinya karena hal tersebut adalah sebuah kebudayaan besar.
Peningkatan pengembangan bahasa Indonesia harus dilakukan sedemikian rupa sehingga bahasa Indonesia memenuhi syarat sebagai bahasa kebudayaan, keilmuan, teknologi atas dasar standarisasi atau pembakuan bahasa. Standarisasi bahasa dilakukan dengan mempertimbangkan data kebahasaan di Indonesia melalui evaluasi dan seleksi. Hasil akhir dari kegiatan pengembangan bahasa tersebut merupakan bahasa baku.

Bagan berikut ini memberikan gambaran tenang proses pembakuan bahasa Indonesia.
Kebijakan Bahasa

 -- bahasa asing
Data kebahasaan  -- bahasa Indonesia  >>  evaluasi dan seleksi  >>  pembakuan  >>  bahasa baku  >>  evaluasi
 -- bahasa daerah

Bagan di atas menunjukkan bahwa tujuan pengembangan bahasa adalah “pembakuan bahasa” atau “standarisasi bahasa” yang akhirnya akan diperoleh “bahasa baku” dan selanjutnya dientri pada kamus. Untuk itu, diperlukan kebijakan bahasa sebagai suatu garis haluan yang meletakkan ciri-ciri pembakuan bahasa itu. Pembakuan bahasa tersebut mencakup beberapa aspek ejaan, aspek struktur, dan aspek diksi. Contoh pembakuan bahasa melalui aspek ejaan atau unsur serapan dari kata asing.
a.      Semua kata asing berkonsonan ganda dapat mungkin akan diserap menjadi kata yang berkonsosnan tunggal.
Kata villa menjadi vila.
b.      Semua kata asing berakhiran –ity akan diserap menjadi –itas.
Kata activity diserap menajdi kata aktivitas
2.5Fungsi Kamus Sebelum dan Sesudah Kemerdekaan
Kamus adalah buku yang berisi daftar kosakata suatu bahasa yang disusun secara alfabetis dengan disertai penejalsan makna dan keterangan lain yang diperlukan serta dilengkapi dengan contoh pemakaian entri (KBBI, 2008:671). Pada zaman sebelum proklamasi kamus hanya berfungsi sebagai buku yang memuat daftar-daftar kata beserta maknanya serta berfungsi untuk menjaga kemurnian bahasa guna pemeliharaan. Namun dewasa ini kamus telah memiliki banyak fungsi selain menerangkan makna kata, kamus juga memuat cara-cara mengucapkan kata tersebut, menerangkan asal kata serta memberikan contoh-contoh penggunaannya dalam masyarakat. Sedangkan Dr. Hamid Shadik Qatibi memandang kata kamus merupakan sinonim dari kata mu’jam dan memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut:
1. Menemukan makna sebuah kata
2. Menetapkan palafalan dan cara pengucapan
3. Menetapkan ejaan
4. Menelusuri asal asul sebuah kata
5. Membedakan antara kata yang tak lazim dan tak terpakai serta menjelaskan kata-kata yang murni dan serapan
6. Mengetahui sinonim dan antonim
7. Penggunaan kata-kata sastra dan peribahasa
8. Pengetahuan yang bersifat ensiklopedis
Sama halnya dengan pendapat Qatibi tentang fungsi kamus diatas adalah pendapat Mukhtar Umar yang menyebutkan juga bahwa fungsi kamus yaitu untuk menerangkan cara menulis kata, labih-lebih bila huruf alfabet yang ditulis tidak mewakili sepenuhnya suara yang dilafalkan, disamping untuk menentukan fungsi morfologis sebuah kata dan penentuan stress (tekanan) saat pelafalan.
2.6Ciri-Ciri Kamus Sebelum Kemerdekaan dan Sebelum Kemerdekaan
Kamus ekabahasa pertama di Indonesia merupakan kamus bahasa Melayu yang ditulis oleh Raja Ali Haji, berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama. Kamus ini terbit pada abad ke-19. Kitab Pengetahuan Bahasa sebenarnya bukan kamus murni namun merupakan kamus ensiklopedia. Kamus ensikopledia ini digunakan untuk keperluan pelajar (yang isinya biasanya hanya berupa daftar kosa kata dan maknanya).
Sedangkan kamus sekarang ini bukan hanya buku yang memuat makna arti tapi juga memuat bagaimana cara pelafalannya yang benar serta contoh pemakaiannya dalam kalimat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar