Jumat, 22 Juni 2012

Sejarah Lahirnya Sosiologi

A.    Sejarah Lahirnya Sosiologi
Lahirnya sosiologi dilatar belakangi oleh dua peristiwa besar, yaitu Revolusi Industri (Inggris) dan Revolusi Sosial (Perancis), yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial masyarakat Eropa Barat, sehingga terjadi kesenjangan antara apa yang diharapkan dan apa yang ada.
Istilah sosiologi sendiri digunakan pertama kali oleh Auguste Comte (1789-1857). Beberapa sumbangannya antara lain:
a.       Ia mengatakan bahwa ilmu sosiologi harus didasarkan pada pengamatan, perbandingan, eksperimen, dan metode historis secara sistematis
b.      Ia mengatakan, bahwa dalam menjelaskan gejala alam dan gejala sosial, manusia akan melewati tiga jenjang. Yaitu jenjang teologi, jenjang metafisika, dan jenjang positif, yakni objek yang dikaji harus berupa fakta dan kajian harus bermanfaat serta mengarah pada kepastian dan kecermatan.
c.       Ia mengatakan sosiologi merupakan ‘ratu’ ilmu sosial dan menempati peringkat teratas dalam hierarki ilmu-ilmu.
d.      Ia membagi sosiologi ke dalam dua bagian besar, yaitu statika sosial (social statics) serta dinamika sosial (social dynamics).
Setelah itu istilah sosiologi dikembangkan oleh Karl Max (1818-1883) yang mengembangkan konsep sejarah perjuangan kelas, yaitu lahirnya kelompok borjuis dan kelas proletar.
Kemudian muncul Herbert Spencer (1820-1903) ynag beranggapan bahwa objek sosiologi yang pokok adalah keluarga, politik, agama, pengendalian sosial, dan industry. Termasuk pula asosiasi masyarakat setempat, pembagian kerja, pelapisan sosial, sosiologi pengetahuan, dan ilmu pengetahuan, serta penelitian terhadap kesenian dan keindahan.
Selanjutnya ada Emile Durkheim (1858-1917)  yang berpendapat bahwa sosiologi meneliti lembaga-lembaga dalam masyarakat dan proses-proses sosial. Durkheim dan rekan-rekannya mengklasifikasikan sosiologi menjadi tujuh bagian berdasarkan pokok bahasannya, yaitu sosiologi umum, sosiologi agama, sosiologi hokum dan  moral, sosiologi tentang kejahatan, sosiologi ekonomi, sosiologi masyarakat, sosiologi estetika.
Menurut Max Weber (1864-1920) sendiri, sosiologi sebagai ilmu berusaha memberikan pengertian adalah tentang aksi-aksi sosial. Weber menyebutkan pula bahwa sosiologi ialah ilmu yang berupaya memahami ‘tindakan sosial’.
Salah satu teori peran yang dikaitkan dengan sosialisasi ialah teori George Herbert Mead yang menguraikan tahap pengembangan diri (self) manusia, yang berlangsung melalui beberapa tahap, yaitu tahap paly stage, tahap game stage, dan tahap generalized other.
Sampai sekarang, pemikiran-pemikiran para tokoh sosiologi tersebut masih digunakna dan dikembangkan. Di Indonesia, sosiologi hadir pada tahun 1950-an. Tokoh-tokoh sosiologi di Indonesia antara lain; Selo Soemardjan, Soelaeman Soemardi, dan Hasan Shadily.


B.     Konsep Sosiologi
Ada beberapa pendapat sarjana yang telah mencoba untuk memberikan definidi sosiologi, yaitu sebagai berikut.
1.      Comte mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu tentang masyarakat. Sosiologi berupaya memahami kehidupan bersama manusia, sejauh kehidupan itu dapat ditinjau atau diamati melalui metode empiris.
2.      Petirim A. Sorokin mengatakan, bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial dan juga antara gejala sosial dengan gejala nonsosial. Menurut beliau sosiologi juga mempelajari ciri-ciri umum daripada semua jenis gejala-gejala sosial.
3.      McGee (1977)menjelaskan sosiologi sebagai berikut.
a.       Sebagai studi tentang kelompok-kelompok manusia dan pengaruh mereka terhadap perilaku individu.
b.      Sebagai studi tentang tatanan sosial dan perubahan sosial.
c.       Sebagai pencarian sebab-sebab sosial dari hal-hal, cara-cara di mana fenomena sosial mempengaruhi perilaku manusia.
Minimal ada empat ciri yang dimiliki sosiologi, yaitu; bersifat empiris, bersifat teoritis, bersifat komulatif, dan bersifat monetis.
4.      Roucek dan Warren mengemukakan, bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dengan kelompok-kelompok.
5.      William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff  berpendapat, bahwa sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.
6.      J.A.A. van Doorndsn C.J. Lammers mengemukakan, bahwa sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
7.      Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi mengatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses sosial, termasuk perubahan sosial.
8.      Y.B.A.F. Mayor Polak mengatakan bahwa sosiologi adalah sebagai berikut.
a.       Ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat secara keseluruhan.
b.      Sosiologi bukanlah mempelajari apa yang diharuskan atau apa yang diharapkan, tetapi apa yang ada, maka dengan sendirinya pengetahuan tentang apa yang ada, selanjutnya menjadi bahan untuk bertindak dan berusaha.
9.      Menurut Hassan Shadily, bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antar manusia yang menguasai kehidupan itu.
10.  Soerjono Soekantomendefinisikan sosiologi sebagai ilmu sosial yang kategoris, murni, abstrak, berusa mencari pengertian-pengertian umum, rasional dan empiris, serta bersifat umum.
Jika dirumuskan dalam bahasa yang lebih sederhana, sosiologo adalah; ilmu yang mengkaji interaksi manusia dengan manusia yang lain dalam kelompok dan produk-produk yang timbul dari interaksi tersebut, seperti nilai, norma, serta kebiasaan yang dianut olehnya.

C.    Objek Kajian Sosiologi
Definisi dari para ahli di atas menunjukkan betapa luas dan rumitnya masyarakat sebagai objek kajian sosiologi. Berdasarkan batasannya, definisi sosiologi mempunyai ciri-ciri:
a.       Sebagai ilmu yang mengkaji interaksi manusia dan manusia yang lain;
b.      Dalam kelompok (seperti; keluarga, kelas sosial atau masyarakat); dan
c.       Produk-produk yang timbul dari interaksi tersebut, seperti nilai, norma, serta kebiasaan-kebiasaan yang dianut oleh kelompok atau masyarakat tersebut.
Dari penjelasan di atas dapat dikatakan, bahwa objek studi atau kajian sosiologi adalah masyarakat, yakni hubungan antara manusia dan proses sebab-akibat yang timbul dari hubungan masyarakat.

D.    Perhatian terhadap Masyarakat Sebelum Comte
Beberapa filosof  Barat yang menelaah masyarakat secara sistematis sebelum Comte adalah sebagai berikut.
1.      Plato (429-347 SM). Yang menyatakan, bahwa masyarakat sebenarnya merupakan refleksi dari manusia perorangan.
2.      Aristoteles (384-322 SM). Menurut Aristoteles, pengertian politik dipergunakan dalam arti yang luas, yakni mencakup juga masalah ekonomi dan sosial.
3.      Ibnu Khaldun (1332-1406). Menurut beliau, factor-faktor yang menyebabkan bersatunya manusia di dalam suku-suku, klan, Negara, dansebagainya adalah rasa solidaritas. Factor itulah yang menyebabkan adanya ikatan dan usaha-usaha atau kegiatan –kegiatan bersama antara manusia.
4.      Thomas More,dan Campanella. Mereka masih sangat terpengaruh oleh gagasan-gagasan terhadap adanya masyarakat-masyarakat yang ideal. Sedangkan N. Machiavelli menganalisis bagaimana mempertahankan kekuasaan. Pengaruh ajaran Machiavelli antara lain; suatu ajaran, bahwa teori-teori politik dan sosial memusatkan perhatian pada mekanisme pemerintahan.
5.      Hobbes (1588-1679). Hobbes beranggapan, bahwa dalam keadaan alamiah, kehidupan manusia didasarkan pada keinginan-keinginan yang mekanis, sehingga manusiaselalu saling berkelahi. Akan tetapi mereka memiliki fikiran, bahwa hidup damai dan tenteram adalah jauh lebih baik.
6.      John Locke (1632-1704). Menurutnya manusia pada dasarnya mempunyai hak-hak asasi yang berupa hak untuk hidup, kebebasan, dan hak atas harta benda. Bila pihak yang mempunyai wewenanggagal untuk memmennuhi syarat-syarat kontrak, maka warga-warga masyarakat berhak untuk memilih pihak lain.
7.      J. J. Rousseau (1712-1778) berpendapat, bahwa kontrak antara pemerintah dengan yang diperintah menyebabkan tumbuhnya suatu kolektivitas yang mempunyai keinginan-keinginan sendiri, yaitu keinginan umum, yang berbeda dengan keinginan masing-masing individu.
8.      Saint Simon (1760-1825). Ajaran-ajaran darinya yang terutama menyatakan bahwa manusia hendaknya dipelajari dalam kehidupan berkelompok.

E.     Teori-Teori Sosiologi Sebelum Comte
Teori-teori sosiologi sebelum Comte banya dipengaruhi oleh ilmu-ilmu lain maupun data yang mencolok, misalnya dari geografi, biologi, antropologi, ilmu hokum, dan sebagainya. Pengelompokkan ke dalam mazhab-mazhab akan didasarkan pada pengelompokkan Soekanto (1984).

a.      Mazhab Geografi dan Linkungan]
1)      Edward Bucle dari Inggris (1821-1862). Bucle meneruskan ajaran-ajaran sebelumnya tentang pengaruh keadaan alam terhadap masyarakat. Taraf  kemakmuran suatu masyarakat sangat tergantung pada keadaan alam di mana masyarakat hidup.
2)      Le Play (1806-1888). Di a menganalisis keluarga sebagai unit sosial yang fundamental dari masyakat. Organisasi keluarga ditentukan oleh cara-cara mempertahankan kehidupan, yaitu cara mereka bermata pencarian, yang tergantung pada lingkungan timbale balik antara factor-faktor tempat, pekerjaan, dan manusia.
b.      Mazhab Organis dan Evolusioner
1)      Herbert Spencer (1820-1903). Suatu organism, menurut Spencer, akan bertambah sempurna apabila bertambah kompleks dan dengan adanya diferensiasi antara bagian-bagiannya.
2)      W.G. Summer (1840-1910). Salah satu hasil karya klasiknya yang berada dalam kepustakaan sosiologi menjelaskan konsep  folkways, yaitu kebiasaan-kebiasaan sosial yang timbul secara tidak sadar dalam masyarakat.
3)      Emily Durkheim (1855-1971). Durkheim menyatakan, bahwa unsur baku dalam masyarakat adalah faktor solidaritas.
4)      Ferdinand Tonnies dari Jerman (1855-1936). Yang penting bagi Tonnies adalah bagaiman warga-warga kelompok masyarakat mengadakan hubungan dengan sesamanya.
c.       Mazhab Formal
1)      George Simmel (1858-1918). Menurut Simmel, elemen-elemen dari masyarakat mencapai kesatuan melalui bentuk-bentuk yang mengatur hubungan antara elemen-elemen tersebut. Bentuk-bentuk tadi sebenarnya adalah elemen-elemen itu sendiri.
2)      Leopold von Wiese (1876-1961). Ia berpendapat, bahwa sosiologi harus memusatkan perhatian pada hubungan-hubungan antarmanusia, tanpa mengabaikan tujuan-tujuan maupun kaidah-kaidah.
3)      Alverd Vierkandt (1867-1953). Ia menyatakan, bahwa sosiologi menyoroti situasi-situasi mental, yang tak dapat teranalisis secara tersendiri, tapi merupakan hasil perlakuan yang timbul sebagai akibat interaksi antarindividu-individu dan kelompok-kelompok dalam masyarakat.
d.      Mazhab Psikologi
1)      Gabriel Tarde (1843-1904) dari Perancis. Dia berpandangan, bahwa gejala sosial mempunyai sifat psikologi yang terdiri dari interaksi antara jiwa-jiwsa dari individu-individu, di mana jiwa tersebut terdiri dari kepercayaan-kepercayaan dan keinginan-keinginan.
2)      Richard Horton Cooley (1864-1924). Bagi Cooley, individu dan masyarakat saling melengkapi, di mana individu hanya akan menemukan bentuknya di dalam masyarakat.
3)      L.T. Hobhouse (1864-1929). Hobhouse menolak penerapan dari prinsip-prinsip biologis terhadap studi masyarakat manusia; psikologi dan etika merupakan criteria yang diperlukan untuk mengukur perubahan sosial.
e.       Mazhab Ekonomi
1)      Karl Max (1818-1883). Menurutnya selama masyarakat masih terbagi atas kelas-kelas, maka pada kelas yang berkuasalah akan terhimpun segala kekuatan dan kekayaan.
2)      Max Weber (1864-1920). Ia menyatakan, bahwa semua bentuk organisasi sosial harus diteliti menurut perilakuan warga-warganya, yang motivasinya serasi dengan harapan warga-warga lainnya.
f.        Mazhab Hukum
Tujuan utama kaidah-kaidah hukum  ini adalah untuk mengembalikan keadaan pada situasi semula, sebelum terjadi kegoncangan sebagai akibat dilanggarnya suatu kaidah hukum.
 Menurut Max Weber, ada empat tipe ideal hukum.
1)      Hukum irasional dan materiil.
2)      Hukum irasional dan formal
3)      Hukum rassional dan materiil
4)      Hukum rasional  dan formal

Bagi Weber hukum yang rasional dan formal merupakan dasar bagi suatu Negara modern. Kondisi sosial  yang memungkinkan tercapainya taraf  tersebut adalah  sistem kapitalisme dan profesi hukum.Sebaliknya,introduksi unsur  yang rasional dalam hukum juga membantu sistem kapitalisme. Proses terrsebut tidak akan mungkin terjadi dalam masyarakat yang didasarkan pada kepemimpinan yang kharismatik,oleh karena proses mengambil keputusan pada masyarakat tersebut mudah dipengaruhi oleh unsur-unsur yang irasional tadi.

1 komentar:

  1. makasih, artikel ini membantu saya untk mengerjakan tugas kampus.

    BalasHapus