Tiap-tiap
warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
(Pasal 27 ayat 2, UUD 1945). Jika membaca bunyi pasal di atas, jelas bahwa
Negara ‘siap’ memfasilitasi setiap warga negaranya untuk bisa mendapatkan
pekerjaan dan kesejahteraan hidup. Namun apa yang terjadi sekarang ini?
Pada
kenyataannya, angka pengangguran di Indonesia justru mencapa level yang
memprihatinkan. Itu pun masih diperparah dengan kecenderungan peningkatan
jumlah angka dari tahun ke tahun. Data dari Biro Pusat Statistik (BPS, 2005)
menunjukkan ada 10.85 juta jiwa angka pengangguran terbuka, dari total angkatan
kerja 105.80 juta jiwa. Sedangkan, 5 tahun sebelumnya (2000), angka
pengangguran terbuka baru sekitar 5.87 juta jiwa dari total 95.70 juta angkatan
kerja (Kompas, 29/4/2006: 36).
A. Penyebab Banyaknya Pengangguran di
Indonesia
Sebenarnya kesulitan lapangan kerja
disebabkan oleh 2 faktor utama: faktor Pribadi dan faktor sosial
ekonomi.
I.
Faktor
Pribadi
Dalam
hal ini penyebab pengangguran bisa disebabkan oleh kemalasan, cacat/udzur dan
rendahnya pendidikan dan ketrampilan. Penjelasannya sebagai berikut :
1. Faktor kemalasan
Penganguran
yang berasal dari kemalasan individu sebenarnya sedikit. Namun, dalam sistem
materialis dan politik sekularis, banyak yang mendorong masyarat menjadi malas,
seperti sistem penggajian yang tidak layak atau maraknya perjudian. Banyak
orang yang miskin menjadi malas bekerja karena berharap kaya mendadak dengan
jalan menang judi atau undian.
2. Faktor cacat /uzur
Dalam
sistem kapitalis hukum yang diterapkan adalah ‘hukum rimba’. Karena itu, tidak
ada tempat bagi mereka yang cacat/uzur untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
3. Faktor rendahnya pendidikan dan
keterampilan
Saat ini
sekitar 74% tenaga kerja Indonesia adalah mereka yang berpendidikan rendah,
yaitu SD dan SMP. Dampak dari rendahnya pendidikan ini adalah rendahnya
keterampilan yang mereka milki. Belum lagi sistem pendidikan Indonesia yang
tidak fokus pada persoalan praktis yang dibutuhkan dalam kehidupan dan dunia
kerja. Pada akhirnya mereka menjadi pengangguran intelek.
II.
Faktor
Sistem Sosial Dan Ekonomi
Faktor
ini merupakan penyebab utama meningkatnya pengangguran di Indonesia, di
antaranya:
a. Ketimpangan antara penawaran tenaga
kerja dan kebutuhan
Tahun
depan diperkiraan akan muncul pencari tenaga kerja baru sekitar 1,8 juta orang,
sedangkan yang bisa ditampung saat ini dalam sektor formal hanya 29%. Sisanya
di sektor informal atau menjadi pengangguran.
b. Kebijakan Pemerintah yang tidak
berpihak kepada rakyat
Banyak
kebijakan Pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat dan menimbulkan
pengangguran baru, Menurut Menakertrans, kenaikan BBM kemarin telah menambah
pengangguran sekitar 1 juta orang.
Kebijakan
Pemerintah yang lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi bukan pemerataan juga
mengakibatkan banyak ketimpangan dan pengangguran. Banyaknya pembukaan industri
tanpa memperhatikan dampak lingkungan telah mengakibatkan pencemaran dan
mematikan lapangan kerja yang sudah ada. Salah satu kasus, misalnya, apa yang
menimpa masyarakat Tani Baru di Kalimantan. Tuntutan masyarakat Desa Tani Baru
terhadap PT VICO untuk menghentikan operasi seismiknya tidak mendapat
tanggapan. Penghasilan tambak mereka turun hampir 95 persen akibat pencemaran
yang ditimbulkan PT VICO. Tanah menjadi tidak subur, banyak lubang bekas
pengeboran dan peledakan, serta mengeluarkan gas alam beracun. Akibatnya,
rakyat di sana menjadi orang-orang miskin dan penganggguran.
c. Pengembangan sektor ekonomi
non-real
Dalam
sistem ekonomi kapitalis muncul transaksi yang menjadikan uang sebagai
komoditas yang di sebut sektor non-real, seperti bursa efek dan saham perbankan
sistem ribawi maupun asuransi. Sektor ini tumbuh pesat. Nilai transaksinya
bahkan bisa mencapai 10 kali lipat daripada sektor real.
Pertumbuhan
uang beredar yang jauh lebih cepat daripada sektor real ini mendorong inflasi
dan penggelembungan harga aset sehingga menyebabkan turunnya produksi dan
investasi di sektor real. Akibatnya, hal itu mendorong kebangkrutan perusahan
dan PHK serta pengangguran. Inilah penyebab utama krisis ekonomi dan moneter di
Indonesia yang terjadi sejak tahun 1997.
Peningkatan
sektor non-real juga mengakibatkan harta beredar hanya di sekelompok orang
tertentu dan tidak memilki konstribusi dalam penyediaan lapangan pekerjaan.
d. Banyaknya tenaga kerja wanita
Jumlah
wanita pekerja pada tahun 1998 ada sekitar 39,2 juta. Jumlah ini
terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan jumlah tenaga kerja wanita ini
mengakibatkan persaingan pencari kerja antara wanita dan laki-laki. Akan
tetapi, dalam sistem kapitalis, untuk efesiensi biaya biasanya yang diutamakan
adalah wanita karena mereka mudah diatur dan tidak banyak menuntut, termasuk
dalam masalah gaji. Kondisi ini mengakibatkan banyaknya pengangguran di pihak
laki-laki.
B. Dampak Banyaknya Pengangguran di
Indonesia
Dampaknya
dapat terlihat dari berbagai sisi, antara lain:
·
Ekonomi
Berkurangnya pendapatan pajak. Jika pendapatan pajak kecil bagaimana bisa membangun negara. Minimal pembangunannya jadi lambat dan terbelakang.
Berkurangnya pendapatan pajak. Jika pendapatan pajak kecil bagaimana bisa membangun negara. Minimal pembangunannya jadi lambat dan terbelakang.
·
Sosial.
Banyaknya penggangguran akan meningkatkan kriminal, kehidupan yang kurang sehat.
Banyaknya penggangguran akan meningkatkan kriminal, kehidupan yang kurang sehat.
·
Pendidikan.
Banyak anak yang putus sekolah
Banyak anak yang putus sekolah
C. Penanggulangan Banyaknya
Penganggurannya di Indonesia
Mengatasi pengangguran dan
menciptakan lapangan pekerjaan secara garis besar dilakukan dengan dua
mekanisme, yaitu: mekanisme individu dan sosial ekonomi.
I.
Mekanisme
individu
Dalam mekanisme ini, secara langsung
memberikan pemahaman kepada individu, terutama melalui sistem pendidikan serta
memberikan keterampilan dan modal bagi mereka yang membutuhkan.
II.
Mekanisme
sosial ekonomi
Mekanisme ini dilakukan melalui
sistem dan kebijakan, baik kebijakan di bidang ekonomi maupun bidang sosial
yang terkait dengan masalah pengangguran.
a) Negara wajib menciptakan lapangan
kerja agar setiap orang yang mampu bekerja dapat memperoleh pekerjaan.
Dalam bidang ekonomi kebijakan yang
dilakukan adalah meningkatkan dan mendatangkan investasi untuk dikembangkan di
sektor real baik di bidang pertanian dan kehutanan, kelautan, dan tambang
maupun meningkatkan volume perdagangan.
Di sektor pertanian, di samping
intensifikasi juga dilakukan ekstensifikasi, yaitu menambah luas area yang akan
ditanami dan diserahkan kepada rakyat. Karena itu, para petani yang tidak
memiliki lahan atau modal dapat mengerjakan lahan yang diberi oleh pemerintah.
Sebaliknya, pemerintah dapat mengambil tanah yang telah ditelantarkan selama
tiga tahun oleh pemiliknya,.
Dalam sektor industri dikembangkan
industri alat-alat (industri penghasil mesin) sehingga akan
mendorong tumbuhnya industri-industri lain. Di sektor kelautan dan kehutanan
serta pertambangan, sektor ini dikelolah sebagai milik umum dan tidak akan diserahkan
pengelolaannya kepada swasta. Selama ini ketiga sektor ini banyak diabaikan
atau diserahkan kepada swasta sehingga belum optimal dalam menyerap tenaga
kerja.
Sebaliknya, negara tidak
mentoleransi sedikitpun berkembangnya sektor non-real. Sebab sektor non-real
dalam menyebabkan beredarnya uang hanya di antara orang kaya saja serta tidak
berhubungan dengan penyediaan lapangan kerja, bahkan sebaliknya, sangat
menyebabkan perekonomian labil. Menurut penelitian J.M, Keynes, perkembangan
modal dan investasi tertahan oleh adanya suku bunga; jika saja suku bunga ini
dihilangkan maka pertumbuhan modal akan semakin cepat. Hasil penelitian di
Amerika membuktikan bahwa masyarakat berhasil menabung lebih banyak pada saat
bunga rendah bahkan mendekati nol.
Dalam iklim Investasi dan usaha, perlu
diciptakan iklim yang merangsang untuk membuka usaha melalui birokrasi yang
sederhana dan penghapusan pajak serta melindungi industri dari persaingan yang
tidak sehat. Adapun dalam kebijakan sosial yang berhubungan dengan pengangguran
tidak diwajibkan wanita untuk bekerja, fungsi utama wanita adalah sebagai ibu
dan manajer rumah tangga. Kondisi ini akan menghilangkan persaingan antara
tenaga kerja wanita dan laki-laki. Dengan kebijakan ini wanita kembali pada
pekerjaan utamanya, bukan menjadi pengangguran, sementara lapangan pekerjaan
sebagian besar akan diisi oleh laki-laki, kecuali sektor pekerjaan yang memang
harus diisi oleh wanita.
b) Negara menyediakan jaminan sosial
berupa jasa pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Pendidikan, kesehatan, dan keamanan
adalah kebutuhan asasi dan harus dikecap oleh manusia dalam hidupnya. Berbeda
dengan kebutuhan pokok berupa barang (pangan, sandang dan papan), negara
menjamin pemenuhannya melalui mekanisme yang bertahap, maka terhadap pemenuhan
kebutuhan jasa pendidikan, kesehatan, dan keamanan dipenuhi negara secara
langsung kepada setiap individu rakyat. Hal ini karena pemenuhan terhadap
ketiganya termasuk masalah pelayanan dan kemaslahatan hidup terpenting.
c) Negara harus berpihak kepada
pengusaha maupun buruh secara adil
Hubungan ketenagakerjaan adalah
hubungan kemitraan yang harusnya saling menguntungkan. Tidak boleh satu pihak
menzalimi dan merasa dizalimi oleh pihak lainnya. Oleh karena itu, kontrak
kerja antara pengusaha dan pekerja adalah kontrak kerjasama yang saling
menguntungkan. Pengusaha diuntungkan karena ia menperoleh jasa dari pekerja
untuk melaksanakan pekerjaan tertentu yang dibutuhkannya. Sebaliknya, pekerja
diuntungkan karena ia memperoleh penghasilan dari imbalan yang diberikan
pengusaha karena ia memberikan jasa kepadanya.
Agar hubungan kemitraan tersebut
dapat berjalan dengan baik dan semua pihak yang terlibat saling diuntungkan,
maka perlu diatur secara jelas dan rinci dengan hukum-hukum yang berhubungan
dengan kontrak kerja. Pengaturan tersebut mencakup penetapan
ketentuan-ketentuan yang mengatur penyelesaian perselisihan yang terjadi antara
pengusaha dan pekerja; termasuk ketentuan yang mengatur bagaimana cara
mengatasi tindakan kezaliman yang dilakukan salah satu pihak (pengusaha dan
pekerja) terhadap pihak lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar